thEaNIMEs_LOoVeErs.Net
Kamis, 04 Juli 2013
Seputar Pendidikan
Pentingnya Menerapkan Pendidikan Sejak Dini
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Melihat arti dari sebuah pendidikan diatas
maka pendidikan itu sangat penting jika diterapkan pada anak sejak usia dini
atau dikenal dengan PAUD (Pendidikan Anaka Usia Dini ). Penerapan pendidikan
sejak dini memang diharapkan dapat memberikan bekal yang dibutuhkan untk masa
mendatang yang lebih baik dan dapat mengerti seberapa pentingnya pendidikan. Di
Indonesia sendiri pendidikan itu wajib di tempuh selama 9 – 12 tahun, karena
untuk mengurangi kebodohan di Indonesia dan keterlantaran anak-anak di jalan,
Pemerintah juga memberikan sekolah gratis ke anak-anak yang kurang mampu untuk
menempuh pendidikan.
Tujuan menerapkan pendidikan sejak dini adalah membentuk
insan yang kamil atau manusia sempurna, tujuan yang akhir pendidikan ialah agar
anak sebagai mansia (individu) dan sebagai anggota masyarakat (manusia social )
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Lingkungan utama yang sangat berperan dalam seorang anak
tentulah datang dari orang tua atau keluarga, yaitu ayah, ibu serta adik dan
kakaknya. Lingkungan ini merupakan lingkungan yang paling urgen dan yang paling
bertanggung jawab dalam mendidik seorang anak.
Peran orang tua tidak hanya menyediakan materi dan saat-saat belajar tetapi
juga pengawasan waktu belajar dan juga membimbing anak-anaknya untuk mengatasi
kesulitan belajar.
Pendidikan yang ditanamkan pada usia dini ini bukan
berarti sebuah pendidikan yang sangat formal dari orang tua, tetapi pendidikan
yang lebih santai dengan cara bermain. Bermain merupakan bagian dari
perkembangan anak yang tidak bisa lepas begitu saja, terutama untuk anak usia
dini yang sedang memasuki tahap emas. Di usia emas (0-3) tahun anak membutuhkan
banyak sekali stimulus agar syaraf-syaraf di otaknya semakin berkembang sehingga kecerdasanya bisa optimal. Aktivitas yang
tepat pada usia dini akan mendukung perkembangannya kelak.
Orang
tua sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab dalam pendidikan sangat
besar pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan anak. Kartono (1985;5)
mengatakan bahwa :
“Orang
tua harus dapat menciptakan situasi dan kondidsi baik fisik maupun psikis, baik
secara sosial maupun non sosisal yang memadai agar tercapai prestasi belajar
yang optimal. Hal ini karena keluarga mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan
murid khususnya jika orang tua bersifat merangsang, mendorong dan membimbing
terhadap aktifitas belajar anaknya, sehingga memungkinkan diri anak untuk mencapai
prestasi belajar yang tinggi”
Peran orang tua
juga berkisar pada kegiatan pemeliharaan, pengasuhan, pembimbingan, dan
pendidikan anak baik segi rohani maupun jasmani. Peran yang lebih kongkrit lagi
orang tua adalah sebagai pendorong yang memberi semangat, penasehat serta teman
serta menjadi contoh anaknya selain sebagai orang yang mencintai, yang memberi
kasih sayang dan tempat bertanya anaknya.
Bimbingan
merupakan bantuan atau tuntunan, yang mengandung pengertian bahwa pembimbing
harus memberikan bantuan kepada yang dibimbing¬nya. Keadaan seperti ini
terkenal dalam dunia pendidikan “Tut Wuri Handayani” yaitu bahwa dalam memberi
bimbingan, arah diserahkan kepada yang dibimbing. Bimbingan hendaknya merupakan
bantuan yang dapat menyadarkan seorang itu akan pribadinya sendiri (bakatnya,
minatnya, kemampuannya dan sebagainya) sehingga dengan demikian ia sanggup
memecahkan sendiri kesukaran-kesukaran yang dihadapainya.
Bimbingan orang
tua dapat membawa pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik tcrhadap aktifitas
belajar anak, melalui bimbingan orang tua dapat mengarahkan dan mengetahui
segala kesulitan-kesulitan yang dihadapi putra-putrinya. Menurut Druxes
(1983-105) mengatakan bahwa “Prestasi belajar adalah hasil belajar siswa yang
dihubungkan dengan tujuan belajarnya”, maka anak sebagai siswa yang dapat
dikatakan berhasil apabila tujuan belajarnya dapat dicapai.
Pendidikan yang penuh dengan pemahaman, pengembangan dan
kesempatan seluas-luasnya diberikan pada anak untuk menunjukan potensi dirinya
(anak), mengerti kemampuannya sendiri, dan bagaimana juga nantinya untuk
mengembangkan dari potensi anak tersebut. Meskipun cara yang ditujukan tidak
seumum orang dewasa namun disinilah letak orang tua untuk dapat memberikan
pengarahan yang jelas pada anak.
Pembinaan atau penanaman pendidikan sejak dini pada anak
dimulai dari sejak lahir hingga usia enam tahun atau hingga memasuki usia yang
matang untuk menapak pendidikan lebih lanjut atau lebih formal. Usaha ini
dimulai untuk dapat menanamkan nilai – nilai keleluhuran , budi pekerti dan
lainnya pada anak dimulai dari usia dini. Perkembangan anak untuk memperoleh
proses pendidikan yang dimulai sejak usia dini merupakan periode emas, karena
berdasarkan penelitian 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa terjadi pada usia
4 tahun, kemudian 80% terjadi ketika berumur 8 tahun dan mencapai titik
kuliminasi saat usia 18 tahun. Artinya bahwa dalam perkembangann kurun 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada
kurun waktu 14 tahun berikutnya.
Pendidikan di usia dini bertujuan juga untuk memberikan
stimulus (rangsangan) dari lingkungan terdekat seperti orang tua untuk dapat
mengoptimalkan kemampuan anak. Seperti yang dikatakan bahwa periode emas
menjadi masa kritis untuk anak, mengingat sangat berpengaruh hingga
perkembangan dewasa dan ini menjadi hal yang sangat penting dalam penerapan
pendidikan, masa itu hanya datang sekali dan sekali terlewatkan maka peluang akan habis.
Peranan pendidikan adalah
peran yang menentukan kualitas pendidikan seorang anak di usia dini. Begitu
juga dengan pengaruhnya terjadap karakter dan perkembangan psikis atau
kepribadian dari seorang anak. Pada usia awal dasar-dasar
kepribadian anak mulai terlihat dan sebagai orang terdekat (orang tua) harus
dapat mengarahkan ke jalur yang tepat. Jika anak sudah mulai berbohong,
kemudian membantah kepada orang tua, tidak bersikap hormat pada orang yang
lebih tua, inilah yang harus secara jeli di lihat oleh orang tua mengenai sikap
jelek anak yang harus di arahkan.
Orang tua sebagai penyelanggara pendidikan pada anak sejak usia dini
diharapkan dapat menanamkan pendidikan kepada tiga aspek, pertumbuhan dan
perkembangan fisik yaitu koordinasi motorik halus dan motorik kasar, kecerdasan
daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, sosio emosional seperti sikap dan
perilaku serta agama. Pendidikan yang dititikberatkan ialah bertumup pada
pendidikan karakter yang memang harus ditanamkan sejak dini pada anak. Anak
berbeda sekali dengan orang dewasa, jika cara berpikir orang dewasa lebih abstrak
maka cara berpikir anak lebih konkrit. Artinya bahwa ketika mengajari anak
sholat hanya melalui teksbook atau buku panduan sholat yang kemudian
dipraktikkan oleh anak dengan bimbingan orang tua anak akan susah
untuk memahaminya, tetapi ketika anak
diajak untuk sholat bersama dengan
orang tua menunjukkan
bagaimana sholat , cara sholat dan sebagainya hingga anak betul-betul memahami
sendiri dengan apa yang telah ia lihat dan amati sendiri. Karena disinilah
letak dari pemahaman anak, anak tidak dapat berpikir abstrak tetapi anak masih
menginginkan keadaan konkrit untuk dapat mengerti karena masa ini masih
menggunakan organ visual yang sangat dominan dalam menangkap memori.
Pada masa-masa inilah
(usia dini) juga menjadi masa
yang sangat rentan dalam membangun karakter dan kepribadian seorang anak,
anak-anak sering sekali mendapatkan gambaran kepribadian yang berbeda dari
lingkungan yang ada disekitarnya. Sehingga harus berhati-hati dalam pembentukan
kepribadian anak, orang tua harus dapat menjelaskan mengapa diluar memiliki
keadaan seperti itu dan dalam keluarga (dirumah) berbeda. Pendidikan pada masa
ini juga memiliki peran membuat suatu program yang terencana dan sistematis,
seperti yang dijelaskan diatas, bahwa pada masa ini sebisa mungkin akan
terhindar dari pengaruh buruk lingkungan yang akan membuatnya salah arah.
Penanaman moral, ahlak dan
karakter lainnya dari orang tua atau keluarga menjadi titik awal keberhasilan
anak dalam menjalani setiap tangga kehidupannya. Ketika akan sudah memasuki
masa remaja ia tidak akan kesulitan bagaimana harus memahami lingkungan yang ia
tempati maupun perbedaan atmosfer di lingkungan luar dan di lingkungan
keluargnya, anak akan jeli melihat mana yang baik dan mana yang buruk. Pada
usia dinilah anak dapat menyerap banyak sekali pendidikan baik untuk kecerdasan intellegensi, emosional maupun dari kecerdasan spiritualnya. Sehingga
pemikiran mengenai pendidikan pada anak usia dini bukan semata-mata hanya
pendidikan formal namun juga informal yang bertujuan untuk mengembangkan karakter dan kepribadian anak menjadi lebih baik dimasa mendatang.Sumber : http://fadjariwi.blogspot.com/2012/12/pentingnya-menerapkan-pendidikan-sejak.html
Seputar Pendidikan
Kurikulum 2013 Akan Dipayungi dengan Peraturan Pemerintah
Jambi
--- Sebagai salah satu upaya untuk melindungi agar kurikulum 2013 tidak
serta merta diganti ketika terjadi pergantian menteri, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan mengupayakan payung hukum
berupa Peraturan Pemerintah (PP) untuk kurikulum tersebut. Hal tersebut
dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh di
Jambi, Senin (7/1) kemarin.
"Biasanya kurikulum diatur dengan Peraturan
Menteri sehingga ada istilah ganti menteri ganti kurikulum, dengan PP
diharapkan (kurikulum) tidak serta merta bisa diubah," ujar Mendikbud.
Payung hukum berupa Peraturan Pemerintah merupakan satu diantara tiga
skenario yang disiapkan Kemdikbud untuk memastikan kelangsungan
kurikulum baru tersebut.
Skenario kedua, kurikulum diamankan melalui
pelaksanaan bertahap, lanjut Menteri Nuh. "Pelaksanaan bertahap yang
dimulai dari kelas I, IV, VII, dan X juga merupakan upaya memastikan
kelanjutan kurikulum ini," ujar Menteri.
Sedangkan skenario ketiga, lanjut Menteri Nuh,
adalah partisipasi masyarakat. Kurikulum akan bertahan jika ada rasa
memiliki oleh masyarakat. Oleh karena itu masyarakat selama ini
dilibatkan dalam pengembangan kurikulum 2013 ini antara lain dengan uji
publik, yang telah berakhir akhir 2012 kemarin.
Pada tahun 2013 ini, kurikulum baru akan
diimplementasikan di 30 persen SD di setiap wilayah. "Kita realistis
saja, karena jumlah SD/MI ada 170.000 di Indonesia," kata mantan Rektor
ITS tersebut. Sedangkan untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, akan
diimplementasikan di semua sekolah.
Dalam penentuan SD mana saja yang akan menerapkan
kurikulum 2013 di tahun ini, dibuat proporsional, mempertimbangkan
proporsi negeri swasta maupun proporsi akreditasi. "Jadi diharapkan ada
keterwakilan untuk tiap jenis sekolah," kata Mendikbud. (NW)
Seputar Pendidikan
Meninjau Masalah Ujian Nasional di Indonesia
Dasar dari kebijakan evaluasi pendidikan adalah Undang-undang No 20
Tahun 2003 Pasal 1 ayat 21 dikatakan bahwa : “Evaluasi pendidikan adalah
kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan
terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan.” Diperkuat lagi oleh Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005
pasal 1 ayat 18 dengan bunyi yang sama.
Fungsi Evaluasi menurut Undang-undang 20 Tahun 2003 Pasal 57 ayat 1 dan 2
adalah : “Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan
secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” “Evaluasi dilakukan terhadap
peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan
nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.”
Meninjau Masalah Ujian Nasional dari dikeluarkannya Undang-undang Ujian Nasional intinya adalah sebagaimana tujuan dari evaluasi itu sendiri, yaitu: menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran
tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan lainnya adalah sebagai cara untuk:
a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c) penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Problematika Ujian Nasional
Pada intinya, dari pasal dan ayat dari Undang-undang yang ada tentang
Ujian Nasional ini jika dipadukan akan menimbulkan kontroversi. Kita
tinjau pada 1) Dalam Permendiknas no 75 tahun 2009 tentang Ujian
Nasional Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Tahun Pelajaran 2009/2010 tujuan UN adalah
menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata
pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi. Serta hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan
untuk:
a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c) penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Sebenarnya penulis tidak kontra dengan semua yang telah ditulis oleh permendiknas tersebut. tetapi yang penulis soroti di sini adalah UN yang dipakai untuk menentukan kelulusan peserta didik dari program atau satuan pendidikan. Maka akan menjadi sangat ironis kalau UN dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyenggaraan pendidikan, karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UN. Dengan kata lain, UN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.
a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c) penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Sebenarnya penulis tidak kontra dengan semua yang telah ditulis oleh permendiknas tersebut. tetapi yang penulis soroti di sini adalah UN yang dipakai untuk menentukan kelulusan peserta didik dari program atau satuan pendidikan. Maka akan menjadi sangat ironis kalau UN dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyenggaraan pendidikan, karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UN. Dengan kata lain, UN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.
Kalau UN sebagai penentu kelulusan, penulis tidak setuju. Karena tidak
signifikan kalau hasil belajar dan proses pembelajaran selama 3 tahun
hanya ditentukan dalam waktu 3 hari saja. Maka dari itu yang lebih tepat
mengadakan evaluasi adalah pendidik itu sendiri untuk menentukan
kelulusan belajar peserta didik, karena yang mengenal peserta didik
apakah ia berhasil atau tidak adalah guru atau pendidik. Belum lagi
ditambah permasalahan mental anak didik yang ketika pelaksanaan UN
menjadi droop sehingga peserta didik tidak dapat mengikuti UN dengan
baik dan biasanya malah tidak lulus yang akhirnya mereka mengalami
stress.
Disamping itu juga keberhasilan pembelajaran juga dilihat dari 2 segi
yaitu segi produk dan segi proses. Segi produk yaitu kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan ke dalam dunia nyata, sedangkan segi proses
adalah kemampuan dalam melakukan proses pembelajaran baik dalam segi
strategi maupun yang lainnya. Dan hal itu tidak bisa dinilai atau
dievaluasi hanya dengan menyuguhkan soal-soal obyektif.
Di samping itu, UN secara prinsip sudah menyalahi peraturan otoda yang
ditetapkan pemerintah. Dan juga disamping itu, daerah-daerah antara satu
dengan yang lain, kondisi kulturnya, geografisnya berbeda, ada daerah
yang mudah mencari informasi dan ada juga yang kesulitan mencari
informasi karena kondisi geografisnya yang tidak memungkinkan. Maka UN
juga harus memperhatikan kondisi tersebut, namun karena UN berfungsi
sebagai standarisasi maka keadaan tersebut dipandang sebelah mata.
Problematika lainnya adalah mengenai pengawasan yang diatur dalam pasal
13 sampai 17, karena UN dilaksanakan secara serempak di seluruh sekolah
di Indonesia, maka langkah-langkah pengawasan yang lebih baik perlu
ditempuh, yang tidak sekedar rayonisasi, dan juga pengamanan soal dan
yang lainnya. Namun yang menjadi masalah sekarang ini adalah kebanyakan
yang terjadi karena pihak sekolah ingin mendapatkan prestasi dan nilai
yaitu peserta didiknya lulus semua, maka pihak sekolah sering melobi
pengawas UN untuk memberi kemudahan bagi para siswa dalam menempuh
ujian, dan hal itu menjadikan sangat tidak obyektif. Masalah lagi yaitu
karena pengawasan diserahkan kepada pihak perguruan tinggi tertentu,
maka pengawasan UN dapat ditunggangi dengan motif-motif tertentu.
Selasa, 02 Juli 2013
Langganan:
Postingan (Atom)